Satu lagi, tentang Merintis Usaha
Tadi pagi Abah Odil mampir di rombong pecel saya. Beliau pemilik Bubur Ayam Abah Odiel yang terkenal di Malang itu. Ngobrol...ngobrol...ngobrol, hingga saya kena sekak, yaitu terpaksa cerita duka buka usaha dari nol.
Nah, yang menarik disini. Mendengar cerita saya ini beliau sama sekali tidak ada ekspresi yang luar biasa, tapi biasa saja seperti mendengar cerita angin gitu saja. Padahal bagi saya yang bawaan dari kecil seorang pemalas, ini sesuatu yang sangat berat. Perjalanan banting setir dari ngantor dengan posisi yang bagus di perusahaan kemudian jadi penjual PKL dan bertahan dalam keterbatasan, membuat kaki saya rasanya ibarat jadi kepalapa dan kepala jadi kaki. Tapi bagi Abah Odiel itu biasa saja.
Ternyata cukup banyak para pengusaha yang berhasil itu setelah melewati perjuangan berdarah-darah untuk belajar, meskipun pada beberapa orang Allah permudah dan persimpel perjalanan usahanya.
Abah Odil, beliau dulu juga mantan kepala cabang perusahaan tekstil untuk daerah Malang yang punya bawahan anak-anak ITB. Kemudian beliau banting setir dorong gerobak jualan bubur ayam di pinggir Jl.Sukarno-Hatta, itupun gerobaknya masih pinjam bukan punya sendiri. Sekarang gerai buburnya sudah ada di beberapa tempat, omsetnya sudah milyaran.
Stop! Jangan terlalu terbawa cerita di atas yang akhir kalimatnya ‘milyaran’. Itu tidak seberapa. Coba lebih cermat lagi baca lanjutannya di bawah ini:
Kemudian saya tahu, dulu Abah Odil ketika di perusahaan dengan waktu kerja dan tanggung jawabnya kepada perusahaan sangat ketat, menyebabkan ibadah dan konsentrasinya dalam beribadah juga sangat ketat. Mungkin jika saya umpamakan, waktu shalatnya ibarat seperti waktu palang jalan tertutup ketika kereta api mau lewat. Sangat tidak menikmati.
Lalu setelah keluar dari perusahaan dan jualan bubur ayam, tiap hari harus bangun dini hari. Saat adzan shubuh, dua raka’at fajar dan shalat shubuh berjama’ah di masjid selalu bisa mendatangi. Ketika matahari mulai terbit berangkat jualan dan habis sebelum siang, sehingga waktu untuk shalat dhuha pun masih sangat longgar. Dhuhur, ‘ashar, maghrib, isya’, selalu ada waktu yang sempurna untuk mendatangi masjid dan bertemu dengan saudara muslim disana. Dan sekarang, karyawan2 yang bekerja di outletnya Abah Odil diwajibkan shalat 5 waktu di masjid (untuk yang laki2) dan wajib ta’lim minimal sekali dalam sepekan, di masjid Abu Dzar Al-Ghifari.
Sungguh kenikmatan yang secara lahiriyah saja sudah melewati gaji puluhan juta ketika di perusahaan. Apalagi jika secara hakiki, 2 raka’at fajar saja hadiahnya sudah melewati aset orang terkaya di dunia, apalagi shalat wajib berjama’ahnya, membantu nafkah banyak keluarga, menjadi penyebab orang lain mendapatkan ilmu agama, dan lain-lainnya…
Kembali lagi ke wirausaha…
Dalam memulai usaha, ada orang yang diuji dengan kesulitan dan kesempitan yang luar biasa, ada yang biasa-biasa saja, dan ada yang seakan kebetulan selalu menemukan jalan mudah. Ada manusia yang Allah mencintainya dengan memberinya cobaan (kesulitan ataupun kemudahan) supaya semakin bisa tawakal kepadaNya, dan ada pula yang Allah istijrad dengan kelapangan dan keberlimpahan sehingga semakin jauh dariNya dan sempurna kemaksiatannya.
Tapi, kesemuanya itu tidak ada artinya jika didasari dengan rasa cinta. Yaitu menikmati segala proses baik yang mudah ataupun yang sulit, capek tidak capek. Proses pada niat awalnya, pada perjalanan teknisnya, sampai pada hasil akhirnya, semua terasa nikmat jika dicintai dan dinikmati. Sepakbola aja yang capeknya luar biasa harus berlari selama 90 menit lebih seperti itu, sudah terasa senang, baik bisa mencetak gol ataupun tidak.
Sekali lagi, jangan terlalu fokus dengan hasil akhirnya saja, serta lahiriyah duniawinya saja, karena itu akan sering menipu.
Kisah : M Ali Idris.
CAR,HOME DESIGN,HEALTH, LIFEINSURANCE,TAXES,INVESTING,BONDS,ONLINETRADING,
CAR,HOME DESIGN,HEALTH, LIFEINSURANCE,TAXES,INVESTING,BONDS,ONLINETRADING,
0 Response to "Mau Buka Usaha Jangan Terpaku kata "Milyaran", Tapi Lihat Prosesnya"
Posting Komentar